Celah
langit menampakkan bintang yang lagi sengit terhadap bulan. Raut wajah Ayunda
berpesan mengenai kebingungannya, alisnya diangkat ke atas. Menatap ke jendela.
Tangan yang menopang dagunya yang elok, membuat ayunda benar-benar berpikir kosong.
Tingkah laku langit dia perhatikan saja pada waktu itu. pikiran Ayunda memain-mainkan
bolpoin yang sudah ada di tangannya. Bolpoin itu, lalu terjatuh. Akhirnya
menggelinding di bawah meja. Ayunda merundukkan kepala untuk mencari bolpoin
itu. Cinta nama bolpoin itu. Pada waktu yang sangat lama, ketika Ayunda
memberikan nama kepada suatu benda yang biasanya disebut Ibunya bolpoin. Begitu
juga dengan tanggapan teman-temanya. Dengan imajinasi yang lain, Tetap saja Cinta
nama yang disematkan kepada bolpoin itu oleh Ayunda. Cinta masih bersembunyi di
bawah meja kayu, yang biasanya di pakai Ayunda untuk belajar dan menulis.
Tangan Ayunda
merogoh-rogoh di bawah kolong meja itu. meja yang tua, berat, dan berbau kayu
yang sudah tua. Tangan Ayunda tidak sampai untuk menolong Cinta. Cinta yang
sedang bersembunyi di bawah kolong yang
gelap itu. Meraihnya dengan alat bantupun, tetap saja belum bisa. Di bawah
kolong yang begitu gelapnya. Hal paling ditakutkan Ayunda, ialah pada tingkah
laku tikus yang suka berada di kegelapan. Tikus suka menggigit, tikus suka
merusak yang bagus menjadi jelek. Begitulah yang ada dipikirannya Ayunda.
Bagaimana nasib Cinta di bawah kolong meja itu.
Ayunda
seorang anak perempuan yang masih berumur 10 tahun dengan jenjang pendidikan
kelas 5 SD. Mengerti apa Ayunda dengan arti kata cinta, cinta yang membuat Ayah
dan Ibunya menikah. Akhirnya menghendaki Ayunda untuk berada di dunia atau
cerita Kakek Ayunda yang mengejar nenek sampai ke ujung jurang hanya dengan
satu kata cinta, Lantas tidak ada sebuah kejadian seperti Romeo dan Juliet. Kakek
berkata “Zaman Kakek dan Nenek tidak sepahit cerita Romeo dan Juliet.” Ayunda
belum mengerti apa-apa mengenai arti cinta, namun Ayunda sangat sering
mendengar kosa kata cinta dan itu dimana saja. Kakek bercerita banyak mengenai
romantisme di masa muda. Bagaimana zaman romantis kakek dan nenek dulu. Itu
yang selalu dibanggakan kakek. Hingga
akhirnya Ayunda terobsesi dengan kata cinta, yang dia pikir berujung kesenangan
dan kebahagiaan. Ayunda merasa puas akan hal itu.
Ayunda
tetap tidak mengerti bahasa apa-apa mengenai cinta, yang Ayunda mengerti bahwa cinta adalah kosa kata
yang sering dia dengar di acara stasiun televisi. Cinta, Ayunda dapat mengartikannya
dengan sebuah senyuman. Lalu beranjak
bermain, bersuara tralala dan tralili.
Ayunda
baru mengerti akan hal itu, hingga akhirnya bolpoin yang selalu menemaninya
awal kelas 4 SD hingga sampai saat ini. Ayunda akhirnya mengerti, bahwa arti kata cinta menemani.
Ayunda masih terlihat berpikiran mungkin
di dalam pikirannya, sambil bertindak polos saat meminta uang jajan kepada
ibunya.
Dengan proses panjang yang Ayunda pikirkan saat bermain
dengan kompor-kompor plastik, buah plastik dan tentunya pisau plastik. Pada
proses saat Ayunda bermain masak-masakkan, ada suatu hal yang Ayunda pikirkan. Tiba-tiba
saja Ayunda berlari, menemui bolpoin wangi yang selalu menemaninya di kelas dan
membuat Ayunda selalu mendapat peringkat di kelasnya. Dengan perasaan yang ceria, mata disipitkan
lalu tangan Ayunda mengambil bolpoin dan diangkat ke atas. “Kamu kuberi nama Cinta.”
Begitulah
proses perjalanan Ayunda atas pemberian nama kepada bolpoin kesayangannya yang
bernama Cinta. Padahal Ayunda masih belum
terlalu mengerti akan arti cinta.
Ayunda
takut, kepada tikus yang nantinya menggigit cinta kesayangannya. Sebab, kesan
tikus dimata Ayunda terkesan jelek. Sebab tikus sering ia lihat di acara
televisi maupun di keseharian Ayunda dari bangun sampai tidur lagi. Dengan
jangka waktu seperti itu, Ayunda sering bertemu dengan tikus, dan akhirnya Ayunda
mempunyai pandangan negative pada tikus. Resah, dari gerak-gerik bahasa tubuh
Ayunda. Masih memikirkan bagaimana mengambil cinta di kolong hitam yang banyak
tikusnya. “ Cinta baik-baik disana ya, Ayunda
bakal menolongmu.” Hati Ayunda berceloteh seperti itu. seakan-akan ia tidak
mau kehilangan Cinta.
Pikiran Ayunda
belum sampai, untuk bisa menggunakan barang-barang lain selain yang dia paham
terhadap tongkat yang panjang. Tongkat yang panjang dan bisa meraih apapun,
ternyata pemikiran Ayunda belum benar. Ayunda tidak memakai sapu untuk
mengambil Cinta, tidak mengusik-usik Cinta dengan bulu-bulu sapu yang lembut.
Pemahaman Ayunda tidak sampai disitu, yang dipahami hanya ingin meraih dengan
jari-jemari kecil Ayunda sendiri. Dengan hal itupun Ayunda tetap saja tidak
mengerti menggunakan barang lain, untuk menolong benda mati yang tidak
mempunyai perasaan itu. Bolpoin itu menawarkan cinta kepada Ayunda, perihal
itulah Ayunda melakukan dengan cara hati-hati.
Bintang
mulai mengundurkan diri satu persatu di langit, sedangkan bulan bersembunyi
pelan dengan mengendap-endap di balik awan. Ayunda tidak bisa tidur. Mulutnya
manyun, hingga semua kerutan di wajah Ayunda berpesan. Bahwa disaat itulah
titik cantik Ayunda sebenarnya. Saat cemberut karena memikirkan sesuatu yang sangat ia cemaskan keberadaannya.
Di atas
kasur yang berwarna ungu muda, guling yang Ayunda peluk erat-erat. Tetap saja
tidak membuat dirinya nyaman. Hari memang sudah semakin gelap. Sang bulan yang
tadi bersembunyi di balik awan, akhirnya pergi entah kemana. Ruang di luar
kamar Ayunda sudah memadamkan cahaya dan rumah-rumah tetangganya juga begitu,
hanya kamar ayunda saja yang masih berani
menyalakan cahaya. Ayunda berani pada saat itu, karena keberanian itu
timbul dari kecemasaannya dan ketakutannya terhadap Cinta.
Suara,
rengekkan kecil terdengar dari balik pintu yang bercahaya. ternyata itu Ayunda.
Ayunda yang menangis tersedu-seda, menangis sejadi-jadinya. Tangisan rengekkan
anak seumur sepuluh tahun yang ingin sekali menolong cinta. Ayunda baru
mengerti arti kecil cinta, tetapi mengapa Ayunda bisa menangis.
Tangisan Ayunda
mulai pelan, bebarapa menit kemudian membesar dan melengking seperti tangisan
bayi yang menginginkan sesuatu. Ibu Ayunda masih terduduk di kamar dengan
cahaya lampu tidur yang menghangatkan sela-sela selimut dan bantal yang sedang
dipeluk ayahnya. Mendengar tangisan itu. Ibu Ayunda mendengar dari sejak tadi,
sejak suara tangisan itu pertama kali muncul, namun ibu Ayunda ingin sesekali
mendengarkan tangisan itu sampai habis. Karena ibu selalu menghentikan tangisan
Ayunda di saat Ayunda mulai menangis. Ibu Ayunda mulai berpikir mengenai
tangisan anaknya. Berpikir mengenai
tangisan anaknya yang tidak dimengerti karena hal apa. Biasanya tangisan Ayunda
tidak seperti itu, tidak begitu tulus seperti itu. ada perbedaan yang dipahami
ibunya mengenai tangisan itu. Ibu Ayunda merasa ada hal lain.
Ayunda
menurunkan kakinya kelantai, meresapi tangisannya yang mulai habis. Menyentuh
dinding berwarna biru kesukaannya. Ayunda mencari hiburan atas kehilangannya
akan Cinta. Melihat-lihat pesawat yang
menempel diatas kamar tidurnya. Tersenyum kecil “Itu bikinan Kakek.“ Ayunda mulai menangis lagi. Tangisannya mulai
lantang. Mulutnya mulai membesar sehingga tangisan itu dapat mengalahkan auman singa.
Ayunda menangis lagi, karena teringat kepada Kakeknya. Kakek yang mengenalkan
arti cinta kepada Ayunda selain acara televisi, dan Kakek pula yang memberikan
Cinta kepada Ayunda. Semakin menjadinya tangisan itu dikarenakan alasan dari
memori Ayunda sendiri.
Ayunda
berlari. Melemparkan dirinya diatas kasur busa yang empuk. Ayunda seakan-akan
mulai lupa dengan keadaan Cinta, karena Ayunda mulai larut akan perasaannya
terhadap Cinta. Mulai lagi Ayunda yang berpikiran yang tidak-tidak “Kenapa Cinta tidak meminta pertolongan
kepadaku, kenapa Cinta tidak berteriak seperti acara televisi yang aku tonton.
Melolongkan suara untuk meminta pertolongan, apakah Cinta benar-benar membutuhkan
aku.” Dengan tersipu malu seperti itu, membuat Ayunda secara tidak sadar
bahwa air matanya sudah berhenti pada saat melakukan apa dan berpikir apa. Selama
satu jam Ayunda mengacuhkan Cinta, karena persepsinya akan Cinta mengenai hal
tadi yang ada dipikirannya, karena Cinta tidak meminta pertolongan. Ayunda
tidak memahami akan cinta sebenarnya, Ayunda memang masih polos mengahadapi hal
sebenarnya. Cinta adalah benda mati, kenapa Ayunda begitu mencintai benda mati.
benda mati tidak bisa meminta pertolongan seperti acara televisi yang Ayunda
biasanya tonton. Apakah benar benda mati pantas untuk dicintai dan ditangisi.
Tetap saja Ayunda tidak akan mengerti berbagai asumsi semua itu, yang hanya ada
dipikiran Ayunda “Bagaimana menolong Cinta
yang berada di bawah sana. Pasti Cinta lagi di gangguin tikus-tikus nakal.”
Jam mulai
menunjukkan pukul 1 malam. Ayunda berpikir lagi untuk bagaimana cara menolong Cinta.
Menolong Cinta dari kesesatan dan kegelapan. Akhirnya ada suatu pemikiran yang
sangat cemerlang dari pengetahuan polos ayunda sendiri. “Cinta tidak membutuhkan aku
saja, tetapi Cinta membutuhkan kita. Berarti membutuhkan Bunda dan Ayah.”
Ayunda memanggil Ibunya dengan sebutan Bunda, karena dengan sebutan Bunda lebih
nyaman di telinganya.
Setelah Ayunda
berhenti menangis. Ibu beranjak melangkahkan kakinya untuk ke dapur. Ruangan
yang begitu gelap dan samar-samar, dibantu
cahaya bulan yang mulai ikut mengantuk. Suara kulkas terdengar pelan. Ibu
mengambil botol minuman, lalu menuangkannya ke gelas putih yang terlihat
bercahaya. Ibu membuat dirinya nyaman, dengan duduk di meja makan keluarga dan
berpikir tenang.
“Bunda.”
Suara
panggilan Ayunda yang begitu pelan dan lirih, terdengar oleh Ibunya. Ibunya
tersenyum “Akhirnya anakku membutuhkanku
saat ini.“ Ibunya langsung saja berjalan. Dengan wajah yang cantik dan dapat meluluhkan sinar rembulan yang
sedang mengantuk. Ibunya berdiri di pintu masuk kamar Ayunda. Memeluk bagian
sisi pintu dengan santainya. Ibunya lalu mengucapkan pertanyaan yang dipikirkan
sejak mendengar tangisan Ayunda dari awal tadi.
Ibu : “Kenapa kamu menangis Ayunda,
Bunda mendengarmu dari tadi. Sejak kamu mulai menangis dan sampai tangisanmu mulai
meredah.”
Ayunda : “Bunda mendengarku?”
wajah memerah dan tersipu malu.
Ibu : “Iya, Bunda
mendengarkanmu Ayunda” tersenyum lucu, akan tingkah ayunda.
Ayunda : “Bunda, Cinta…!”
Ibu : “Iya, ada apa dengan Cinta
Ayunda.”
Ayunda : “Cinta jatuh dari
meja besar itu dan menyelinap dibawah kolong yang gelap itu. aku mau membantu Cinta
dengan meraihnya memakai tanganku. Tapi tetap saja tidak bisa. Aku juga meminta
bantuan tongkat untuk meraihnya tetap tidak bisa Bunda. “
Ibu : “Em, em” tangan yang
menyentuh dagu, membantu untuk mencari solusi. “Kenapa Ayunda tidak menggunakan
sapu. Pasti akan lebih mudah untuk meraihnya Ayunda.”
Ayunda : “Tidak, tidak Bunda”
( sambil menggelengkan kepala). “Ayunda tidak mau menolong Cinta dengan sapu,
sebab sapu akan membuat Cinta merasa geli. Pasti Cinta akan mengulangi kejadian
ini lagi. Hal lainnya Bunda, Ayunda mau menolong Cinta dengan jari-jari Ayunda
sendiri” tertawa kecil.
Ibu : “Baik kalau begitu Ayunda”
menggelitik Ayunda dengan pelan. “Kita angkat meja ini dan menolong cinta.”
Meja
belajar yang besar, dipesan khusus oleh Ayah Ayunda. Meja yang terbuat dari
kayu jati. Kayu yang yang tidak bisa dimakan rayap-rayap nakal, sesuai dengan
permintaan yang didengar Ayah saat mengobrol dengan Ayunda. Meja itu bernama Dolbi.
Ayunda suka menamakan barang-barang miliknya yang dia sukai. Buku hariannya
juga dinamai Sophie. Nama yang ia lihat dari buku novel saat ke toko buku
bersama Ibunya.
Dolbi
diangkat oleh Ibu dengan setengah tenaga, sedangkan Ayunda dengan sepenuh
tenaga. Dolbi lebih maju dari posisi sebagaimana dia terdiam semestinya. Wajah
Ayunda tersenyum lebar, akhirnya Ayunda
menemukan cinta. keriangan Ayunda melambangkan kepuasan dan kesenangan batin
yang tidak bisa di bohongi. “Aku telah menolongmu Cinta. Menolongmu dari
kesesatan dan kegelapan. Satu hal lagi aku menolongmu dari gangguan tikus-tikus
yang nakal. Pasti kamu merasakan kesepiankan Cinta, karena aku yang selalu
menuntunmu, dan aku juga butuh tuntunanmu.”
Ibunya
tersenyum lepas. Melihat keadaan Ayunda yang sudah mulai tersenyum lagi.
Menggelengkan kepala karena pemikiran polos dan imajinasi Ayunda yang lebih
besar dari umurnya sepuluh tahun. Ibu Ayunda mensyukuri itu.
Ibu : “Ayunda, cintakan sudah
ketemu. Sekarang Ayunda tidur yah” tersenyum lepas.
Ayunda : “Belum Bunda. Ayunda
ingin menanyakan satu ha lagi. Cinta itu artinya apa? Mengapa Ayunda menangis,
saat Ayunda berada di bawah kolong meja gelap itu” bertanya sambil menaikkan
alis matanya.
Ibu : “Ayunda, cinta itu
artinya merasakan.”
Ayunda : “Merasakan apa Bunda?”
Ibu : “Tadi Ayunda merasakan
apa?”
Ayunda : “Merasakan
kehilangan, ketakutan, dan tidak mau cinta di ganggu sama tikus yang nakal Bunda.”
Ibu : “Nah, seperti itu
contohnya Ayunda.”
Ayunda : “Berarti kalau kita
kehilangan dan ketakutan itu rasanya cinta bunda?”
Ibu : ”Tidak juga Ayunda.
Setelah Ayunda menemukan cinta, apa yang dirasakan Ayunda?”
Ayunda : “Senang dan bahagia
Bunda.”
Ibu : “Seperti itulah artinya
Ayunda.”
Ayunda : “Terimakasih Bunda.”
Ayunda
merasakan hal yang sangat puas pada pagi itu. pertama bisa menolong Cinta dari
kegelapan dan yang kedua Ayunda mendapat kosa kata baru mengenai arti cinta
dari Bundanya. Ayunda mengucapkan terimakasih kepada Tuhan yang telah
mendengarkan keluh kesahnya. Ayunda dengan senyum sumringahnya, mulai menuntun
Cinta untuk bertemu dengan Sophie. Mulai Ayunda memasuki dunianya. Dunia yang
ia curhatkan dengan Sophie sahabat dekatnya, bahkan Sophie sudah ia anggap
seperti kakaknya sendiri. Kakak yang selalu mendengarkan curhatan adiknya.
Sophie. Kamu tahu tidak, tadi Cinta berada di bawah
kolong meja yang gelap. Aku takut Sophie, takut Cinta diganggu oleh tikus-tikus
yang nakal. Kalau Cinta diganggu oleh tikus, bisa kacau urusannya Sophie. Tikuskan
kerjaannya suka merusak, Sophie. Kalau tikus bertemu dengan Cinta, nantinya
akan membuat Cinta semakin rusak pula. Kamu mengertikan Sophie bagaimana kalau
rusak itu seperti apa?
Aku sangat senang Sophie. Akhirnya aku bisa menolong
cinta, tetapi aku memikirkan banyak cara untuk menolong Cinta. Pertolongan
pertamaku meraihnya dengan jari-jariku, tetapi tanganku tidak dapat meraihnya.
Kedua, aku menolong Cinta dengan tongkat. Sama saja, aku tetap tidak bisa
menolongnya. kata Bunda, kenapa aku tidak menggunakan sapu untuk menolong Cinta.
aku merasa aneh sendiri dengan jawabanku Sophie. Aku menjawab, kalau aku
menolong Cinta dengan sapu, akan membuat Cinta merasa geli dan Cinta akan mengulangi
perbuatan itu lagi. Begitu seingatku mengenai alasanku itu Sophie. tapi apa
pengaruhnya yaa Sophie? menurutku geli menimbulkan
kekampokkan, seperti ibu yang suka menggelitikku. Hihi.
Sophie, Cinta banyak mengajarkanku malam dan pagi ini.
Cinta mengajarkan aku menangis, berarti cinta itu artinya menangis. Kalau Bunda
bilang cinta itu merasakan, apakah menangis juga merasakan. Tetapi yang aku
rasakan hanya kehilangan dan ketakutan. Mengenai menangis, Aku akan bertanya
kepada Bunda lagi Sophie, kamu siap-siap saja yaa, dengarkan celotehanku ini.
Oh iya Sophie, sebelum Aku menolong Cinta. Aku
bersama Bunda mengangkat meja terlebih dahulu. Meja itu berat sekali Sophie, menolong
Cinta saja harus mengangkat hal yang berat. Apakah harus seperti itu Sophie,
butuh proses yang berat untuk merasakan cinta, seperti yang aku alami ini. Mungkin
aku akan bertanya lagi pada Bunda, pastinya aku dapat menambah kosa kata baru
mengenai arti cinta Sophie. Satu hal lagi Sophie, kenapa cintaku berbeda, Kakek
kepada Nenek, Ayah kepada Bunda, sedangkan Aku kepada bolpoin?
Malam Sophie, terimakasih yaa sudah menemani Ayunda
pada pagi ini.
Tangan Ayunda
sudah lelah, menuntun Cinta untuk berdekatan dengan Sophie. Mulut Ayunda
menguap, seiring langkah kaki kecilnya menuju kasur kesayangannya. Semuanya
mulai hilang dari pandangan Ayunda kecil. Hilang dari pikiran nyata dan imajinasinya,
hingga akhirnya Ayunda mulai berkelana lagi di dunia mimpinya.