Kamis, 04 April 2013

Kelas Gusti



Kelas yang selalu berisi kudapan demi kudapan ilmu dan nada penyampaian demi penyampaian yang begitu menjurus ke dasar pengetahuan diri, terhadap kondisi sosial yang sedang diperhatikan maupun dialami aku sendiri. Kelas ini, mengandung pertanyaan besar terhadap lurus atau tidaknya seseorang akan kedepannya. Sedangkan aku masih tetap terdiam saja tanpa arah. Mataku meliuk-liuk lelah ke berbagai pusat perhatian mengenai persoalan ini.
Kelas yang tidak merasa kesepian, walaupun hanya ada satu orangpun akan tetap berjalan. Kelasku dan teman-teman terkadang kosong dan ramai. Dalam sebuah gambaran, kelas ini menjadi ajang besar antara aku dan teman-teman untuk mencapai apa yang itu di sebut sebuah ilmu. Ilmu apa yang aku dapat dari kelas ini, tentunya banyak. Di saat kelas ini sepih. Terkadang aku berada disana ataupun tidak, pada saat ramaipun aku juga tidak selalu berada disana.
Kelas ini, bisa di buat kelas yang privat. Semauku untuk bertemu Gusti sendirian. Biasanya aku lebih di anjurkan untuk mengikuti kelas yang ramai. Dengan keramaian yang begitu  biasa menurutku. Namun kelas ini tak begitu rumit. Sebab itulah karna tidak terlalu rumit, banyak kenakalan dan ke usilan yang aku perbuat dalam kelas Gusti ini. Begitulah polaku sebagai murid. Banyak hal yang semestinya harus aku ceritakan tentang kelas Gusti ini dan aku sebagai murid mempunyai pandangan yang sangat berbeda mengenai hal ini. dari kaca mataku sebagai murid yang banyak berpikir dan bertanya di kelas Gusti ini. Semuanya tentang apa yang aku pikirkan semakin membuat aku resah. Entalah memang aku harus banyak cerita mengenai  kelas ini.
Hal yang aneh bagiku. Gusti tidak pernah mengabsen disaat aku tidak hadir, begitu juga dengan teman-temanku lainya. Bahkan dia diam saja dan tidak marah kalau aku sering tidak masuk kelasnya. Tetapi kelas yang di buat Gusti untuk aku  dan teman-teman tidak membuat peraturan apa-apa, contoh halnya seperti kelas lain yang membuat peraturan kelas. Malahan terkadang kami yang menyesal, bahkan aku yang sering menyesal. Sebenarnya ada juga orang yang tidak menyesal, karna dia tidak tahu bahwa betapa pentingnya kelas Gusti ini.
Aku heran sekali, Gusti  terlalu baik. Gusti tidak pernah memberi hukuman apapun kepada kami, walaupun kami tidak masuk kelas. Bahkan, sering aku dan teman-teman tidak masuk kelas yang di buat Gusti.

Aku hampir tidak ingat kelasnya di jam berapa saja, karna begitu asyiknya aku dengan alam mimpiku sendiri di saat tertidur pulas. Benar, aku sangat jujur. Gusti tidak pernah memukul, mencubit, menampar , menyuruh aku lari lapangan, push’up dan berbagai hukuman apapun yang membuat hati ini semakin rusuh ataupun berpandangan buruk. Gusti tidak pernah memberikan itu.
Sungguh baik sekali Gusti terhadap kami. Bahkan Gusti selalu memberi kami kenikmatan demi kenikmatan yang tak terhingga, karna kami tak selalu memasuki kelasnya. Dan apalagi kalau aku sama teman-teman memasuki kelas Gusti, akan di beri kenikmatan juga dan bahkan lebih, ataupun di beri cobaan yang membuat kami menjadi kuat dan mengerti akan diri sendiri dan mengenai Gusti. Sungguh anehkan kelas Gusti ini, tetapi disinilah menurutku pembelajarannya.
Aku sungguh heran sekali dengan Gusti, kenapa begitu simpelnya kelas yang di buat Gusti, dengan pertemuan beberapa menit saja bisa merubah hidup kami atau tidak berpengaruh sama sekali. Namun seluruhnya berpengaruh kuat terhadap kepribadian kami, karna tergantung orang yang mencerna dan menilai kelas Gusti ini. Malahan bukan Gusti yang menyesal, kami sebagai anak-anaknya malahan yang menyesal tidak masuk kelasnya. Pelajaran di kelas Gusti itu bermacam-macam maknanya dan artinya, tunduk, keikhlasan, kesehatan dan bahkan sosial. kenyamanan dan keberhasilan, maupun ketenangan hidup di dunia ini.
Sangat diherankan sekali. Kelas Gusti ini tidak ada ujian pertengahan semester atapun akhir semester. Ujian itu tidak ada, seperti hal lainnya orang-orang yang terseok-seok dengan jalan pikirannya untuk menghafal dan memahami sebuah ilmu yang besok di ujikan. Dengan system mencicil ilmu tersebut untuk masuk dalam alam pikiran ataupun dengan system kebut semalam, itu sungguh menyusahkan para murid-muridnya yang tidak begitu rajin. Kelas Gusti tidak menggunakan itu. Tidak ada ujian yang menyusahkan para murid kesayangannya yang ia selalu tuntun, dan ada demokrasi yang luarbiasa di kelas Gusti ini.
Tidak ada nilai. Gusti tidak memberikan penilaian di setiap semua mata pelajaran yang ia ampu semuanya. Nilai yang membuat orang semakin percaya diri, nilai yang membuat orang semakin terperosok, nilai yang membuat orang semakin kaya, nilai yang semakin membuat orang menjadi sombong, nilai yang membuka dan menutupkan mata. Kelas Gusti tidak ada semua itu. kelas yang benar-benar tidak ada kata sanjungan yang di berikan kepada murid-muridnya. Namun masih ada juga orang-orang yang rajin di kelas Gusti mempunyai sikap seperti itu. sedangkan aku masih berdiri di tengah-tengah terhadap persepsi yang aku bentuk tersebut dengan alih kebenaran, dan itu selalu aku curhatkan ke Gusti.
Pernah aku tidak masuk kelasnya beberapa kali dan bahkan sering, malahan tidak pernah lagi “tertawa, terkekeh menertawakan diri sendiri” Gusti tetap saja diam. Sedangkan aku, menyesalnya minta ampun. Karna aku berpikir mau di bawa kemana diri ini, kalau tidak masuk kelas Gusti. Hatiku tidak tenang, hatiku merasa gusar dan pernah juga aku acuh tak acuh saja, karna sudah terlalu sering melakukan bolos itu. Pernah ada temanku yang menyeletuk untuk TA di kelas Gusti, malahan aku tertawa sendiri dan bertanya pada wajahku yang polos “titip absen” padahal kelas Gusti tidak bisa di samakan dengan kelas lainnya dan bahkan kelas Gusti itu tidak ada absennya. Mau sampai kita berdebat pun, pukul-pukulan, dan bacok-bacokan, aku akan tetap bilang kelas Gusti ini tidak ada absennya. “Temanku yang pintar kelas gusti tidak ada absennya “ begitu ingin kukatakan di mukanya dengan perasaan jengkel. Dan aku sangat yakin, pasti Gusti menyaksikan lagak-lagak kami melalui kamera-kamera pengintai. Yang kami tak tahu dimana di letakkan dan aku sangat yakin, pasti Gusti tanpa ekspresi melihat tingkah laku kami.
Aku termenung, gusar, dan tidak tau arah saat tidak memasuki kelas Gusti. Dan ketika memasuki kelas Gusti aku merasa senang, tetapi begitu banyaknya gambaran-gambaran hidup untuk kedepannya, jadi membuat aku tidak khusyuk, nah ini dia yang membuat perbedaan di kelas Gusti. Bukan kesombongan, keintelektualan apapun itu, yang hanya di tuntut di kelas Gusti ini. Ialah ke khusyukan yang bisa di sebut focus atau ketenangan “entahlah”, agar kita bisa menyerap pelajaran yang amat melekat dalam diri kita ini sebagai manusia, teman-temanku juga begitu. Kelas Gusti ini sangat amazing.
Kelas Gusti ini sangat begitu memukau dan entah apa yang ada di pikiran teman, saudara dan manusia yang belum ku kenal, yang tidak selalu memasuki kelas Gusti. Apa mereka lupa, atau tidak ingat dengan adanya kelas Gusti, apa mereka benar-benar sengaja tidak ingat dengan kelas Gusti. Atau mereka tidak butuh, entahlah aku tidak selalu mengerti pemikiran teman dan saudaraku, bahkan aku sendiripun selalu menghujam diriku ini, kalau tidak memasuki kelas Gusti.
Apakah teman-temanku tersandung batu lalu jatuh sehingga tidak bisa mengikuti kelas ini. menurutku terlalu dangkal temanku tidak masuk kelas Gusti karna tersandung batu. Atau mungkin karna mereka lebih mengerjakan sesuatu yang lebih penting dari kelas ini, terlalu banyak istirahat sehingga melupakan kelas ini, ataupun kelelahan yang sangat letih. Mereka meninggalkan kelas gusti, mungkin karna bujukkan-bujukkan keadaan mereka, biasanya teman mereka lainya yang menghasut untuk bolos. Lebih baik mengerjakan sesuatu yang lebih menyenangkan. Sedangkan aku dengan beraninya melakukan bolos ini dengan hal sepele, yaitu menonton tv. Patut untuk di tertawakan. “haha”
Temanku yang lainnya. Seperti manusia pada umumnya, ia berkata malas untuk kelas yang dirasa hanya sebentar saja. Entah apa yang membuat mereka malas, aku sendiri tak paham. Mereka membuat kebolosan itu, apakah mungkin mereka mempunyai kelas baru yang begitu rutin dan sehingga tak sempat membagi antara kelas Gusti dan kelas rutin tersebut. akupun masih terlihat polos. Mungkin teman-temanku lebih takut dengan kelas-kelas lain selain Gusti. Sebuah nilai apa yang mereka kedepankan. Akupun terhipnotis dengan kebijakan kelas selain kelas gusti. Merasa takut terhadap kelas yang di ikuti sedangkan kelas Gusti tidak begitu di takuti. Sangat aneh bagi perasaan batinku, namun aku tetap saja terbawa arus itu.
Mungkin mereka mempunyai pekerjaan yang lebih penting, misalnya memotong rambut, menghidangkan makanan dan minuman, membenarkan mesin kendaraan, menunggu pembayar, memasak untuk suami, menulis buku dan puisi, mencari berita , dan bahkan kegiatan yang bermanfaat seperti membaca buku, mendengar lagu, menggambar. Bisa saja perbuatan yang tidak bermanfaat sekali seperti bermain judi dan lain sebagainya itu. Hal tersebut yang membuat mereka meninggalkan kelas gusti. Aku tidak mengkritisi mereka saja, akupun mengkritisi diriku sendiri sebab ini adalah sebuah realita.
Hal apa lagi   yang membuat mereka bolos. Berpacaran mungkin, aku sungguh tidak terlalu mengerti. Sepasang kekasih yang lagi berpadu kasih, lalu melupakan kelas Gusti yang seharusnya mereka hadiri berdua. Bagiku ini adalah sebuah pertanyaan besar, kenapa mereka melakukan hal pembolosan tersebut.
“sesungguhnya kelasku, hidupku, matiku hanya untuk gusti”

Ini adalah sebuah kata-kata yang terekam di hatiku dan di alam bawah sadarku, namun terserah orang mempersepsikannya dan bagiku ialah kata-kata ini sangat mewakili aku sebagai manusia, sehingga manusia itu butuh apa?!! Inilah jawabannya, memasuki kelas Gusti itu sangat penting teman, saudaraku, orang yang belum kukenal namanya, entah berada di tempat yang mana. pikirkan baik-baik hal ini.
Namun, kelas Gusti bukanlah kelas yang biasa saja, hal itu sangat penting. Yang perlu di tanam dalam pikiran dan hati, supaya tidak ada kesesatan. Semoga yang lain lebih cepat mengerti dan memahami, begitu juga aku.
Karna kelas Gusti ini tidak sekadar hanya merangkai namaku menjadi indah saja, namun bisa membuat namaku menjadi lebih bertahta. Karna kelak namaku saja yang hanya bisa di kenang. Sebab itulah kelas Gusti ini bisa melapangkan tempat tinggalku setelah hidup di dunia.
Begitu pentingnya kelas ini, karna kelas ini bisa membagikan sebuah ketenangan yang dapat di temukan dengan serius. Kelas ini menyelamatkan kita untuk kedepannya di saat tiada kelak di alam bumi. Aku masih membahas itu, sebab aku membayangkan kematian. Sebenarnya kelas Gusti bukan bermanfaat untuk setelah tiada saja, namun waktu kita berwujud di duniapun kelas Gusti sangat bermanfaat. Hal itulah yang masih aku gusarkan kepada diriku, mau jadi apa aku setelah tiada maupun masih berada di bumi yang fana. Jadi kelas Gusti sangat berpengaruh mengenai ini. maaf aku terlalu takut dengan kematian.
Kelas Gusti mengajarkan bagaimana kita tersenyum dengan cara yang iklhas, berbagi dengan cara yang lugas tanpa meminta imbalan sepeserpun atau bahkan imbalan jasa. Yang ada sebuah kesyukuran yang tiada hentinya, apabila itu kita rasakan. Ini adalah bagian kecil yang terpenting saat kita mengikuti kelas Gusti. Aku bisa menjelaskannya lagi, tetapi hal ini semakin membuat  aku semakin bersedih.
Mengapa kelas Gusti begitu penting. Karna ini, karna yang kujelaskan tadi sebelumnya. Walaupun hanya sebagian saja yang baru kujelaskan. Kelas Gusti mengajarkan kita untuk selalu jujur. Bukan seperti kejadian-kejadian yang masih panasnya di bincangkan di negeriku ini mengenai korupsi. Aku berpikir, pasti orang-orang yang korupsi  tidak memasuki kelas Gusti. Tidak serius memahami ilmu dan nilai-nilai dalam kelas Gusti, jadinya seperti itu. sebab itulah negeriku jadi kewalahan. Dari aku sendiripun terdapat hal yang sudah tertanam secara tidak disadari mengenai pesan dan ajaran dari kelas Gusti yang itu melekat dalam diriku. Mengenai hal itu adalah asas baik dan buruk soal hidup yang aku pilah-pilah sendiri.
Akhirnya aku lebih mengerti lagi, kelas Gusti mengajarkanku mengenai hidup dan mati. Terhadap hal sepele yang tidak aku perhatikan. Membuat aku terlarut-larut akan hal itu, padahal Gusti sebagai guru yang baik selalu mengawasi aku. Namun aku terhipnotis dengan keadaan itu, keadaan dunia yang remang, samar dan mulai jelas. Seandainya aku lebih peka seperti gusti, mungkin sebagian dari kepekaannya. Aku tidak mau sesempurna itu.