Senin, 24 Desember 2012

Perjalanan Spritual

-->
Malam kini sudah semakin larut, bintangpun malu menampakkan dirinya untuk menyapa cahaya yang  lebih ramai dari keadaan sebelumnya. Seperti 2000 tahun yang lalu. Sedangkan aku menatap mereka dengan bertanya kemana mereka. Semuanya secara perlahan, dengan keadaan yang begitu mudah dan susah untuk di mengerti.  Aku berbicara mengenai sebuah perjalanan apa yang menurutku baik, setengah baik bahkan menyalahi aturan apapun. Namun aturan yang mana. Begitu banyak aturan. Hingga begitu perlu untuk di jadikan acuhan berprilaku yang semestinya, dan itupun belum tentu juga di agukkan kepala oleh beberapa orang saja, intinya ada hal satu yang harus perlu kuikuti. Itupun tetap mencari yang benar dalam kebenarannya.

Aku tidak menyalahi pesan yang berdering di telingaku, aku tetap saja mengacuhkannya. Entah seberapa perlu mereka untuk itu dan seberapa perlu  aku untuk hal itu. bagiku tidak sebanding dengan apa yang aku rasakan akhir-akhir ini. Aku memahami ini dengan perjalanan spritualku yang singkat. Dengan hal ini, aku berani mengacuhkan semuanya. Sebab aku anggap perlu untuk aku acuhkan beberapa saat saja.

Mengenai perjalanan spritualku yang aku anggap begitu singkat. Tak terlalu banyak yang aku dapat dari perjalanan aku tersebut. kembali melihat diri ini yang berjalan dengan keadaan sempoyongan, bahkan dianggap kosong. Mengenai kedudukanku untuk saat ini. Begitulah karna aku memandang rendah diriku. Karna mengacuhkan sesuatu hal yang sangat wajib dan itu yang dibutuhkan oleh diriku sendiri. Semuanya begitu cepat namun waktu itu masih kubilang terbuang percuma.

Aku sudah dapat, perjalanan spritual mengenai keyakinanku yang terus berkurang. Batere yang berada didalam tubuhku meminta untuk di isi. Berisi kerohanian yang dinamis, anggapan-anggapan yang membangunkanku dari lamunan duniawai yang memang aku berada di duniawi, namun aku terseret. Aku menyimpulkan saja, dengan keadaanku seperti ini memang membutuhkan  perjalanan sepritualitas ini.

Dari melalaikan kewajibanku yang begitu bisa di ingat dan tak lupa setiap waktu, tetap saja bisa kutinggalkan. Perjalanan sepritualku yang selalu terpikirkan membodohi diriku sendiri agar tidak terulang lagi. Mungkin sudah satu juta ribu permintaan maafku dan bahkan lebih dari itu. Aku harus tahu itu, bahwa aku berulang-ulang melakukan hal yang sama. Mengenai seorang sahabat, dan sudah ku anggap saudaraku. Ia lebih mengajarkan aku mengenai keyakinkan diri dan arti keimanan. Ia selalu berdoa agar tidak di pertemukan waktu saat menggambar anatomi tubuh seorang perempuan yang tak mengenakan busana. Ia menolak itu. namun ia ada ada usaha untuk mengerjakan dari mata, tangan, kaki, dan akhirnya anatomi tubuh yang untungnya ia tidak melanjutkan gambaran tersebut. sebab mendengar kabar berita bahwa ia di terima beasiswa ke Riyadh “hah, luar negeri sana” aku pasti menyusul dengan kota yang berbeda, kota yang sesuai dengan karakterku.  Aku belajar darinya, mengenai perjalanan spiritual ini. Bahwa ia menolak menggambar bagian hal gambar tersebut, dengan berdoa. Tidak dengan menentang gurunya. Dengan tanpa menentangpun akhirnya ia resain dari kampus itu. mulai terisi setengah lagi keberadaanku.

Masih mengenai dengan gambar itu. gambar perempuan tanpa berbusana. Sedangkan aku masih mengagap biasa saja saat melihat karya yang berupa apapun, dari media apa saja bentuk karya tersebut. yang terpenting gambar tak berbusana mengenai perempuan. Mungkin ada yang salah denganku, apa karena aku memandang hal tersebut dari sisi pandang lain. Mengatas namakan seni. Jadi apa ini, dengan sudut pandang yang berbeda tersebut. Membuat semuanya mengakat senjata lalu berperang. Mulai dari tombak biasa sampai ke zaman yang maju, sehingga berubah menjadi senjata lebih canggih. Kedua sisiku bertarung mengenai hal ini.  untungnya aku tidak mempunyai nafsu yang membangkitkan libidoku mengenai hal ini. berdosa ataukah tidak, aku tidak bisa berkata-kata. Lebih baik menjaga dan berpindah haluan sedikit.

Dalam hal lain, aku masih menyadari. Aku belum mencapai titik kesungguhanku akan sesuatu hal yang aku capai. Dengan mimpi yang telah kurangkai, dan sepatutnya ada tangga yang perlu kunaikki. Menaikki  tangga tersebutpun dengan berlari bukan berjalan.

Ini adalah perjalanan sepritualku bagian pertama dari yang kemarin, kemarinnya, dan kemarinnya lagi. Bisa di sebut perjalanan spritual juga. Di saat orang tersebut tercemplung di air, berlari di kejar anjing, bernyanyi seperti jebraw yang mengkaitkan berbagai hal dari tempat wisata jogja, didekati sama orang yang minta-minta, di senyumi seorang perempuan, digoda banci salon maupun banci dangdutan, mencari dinausaurus di jogja seperti yang di lakukan oleh jebraw dan nayaanindita, mengisi bensin hingga mengeluh dengan mahalnya harga, di tempat berbeda ada orang yang membunuh, melahap dua mangkok nasi, meminta tukang pijit di kereta ekonomi jogja tujuan Jakarta, dan banyak lain hal yang sepele. Bagiku itu kusebut adalah perjalanan spritual. Dan bagiku itu belum cukup untuk membentuk manusia dengan alam hingga bisa bersatu.

Perjalanan spritualitasku yang lain. adalah tetap masih melawan sebuah kesenangan dan keyakinan. Selamat menjalani apapun yang di sebut perjalanan spritual bagi kalian. Dan sedangkan aku, menatap dan memperhatikan bintang. Lalu bertanya “ kalian bersembunyi dimana “

Jumat, 21 Desember 2012

Keresahan



Aku menyadari banyak keresahan yang aku alami pada saat ini, pada saat bulan ini. bulan yang menandakan musim hujan yang terus turun tanpa mengenal waktu apapun. Sebuah keresahan, dimana cahaya di sela-sela pintu ruang hunianku menyentuh dinding putih tersebut dan membuatnya semakin hangat dan putih yang ramah. Namun semuanya adalah dari keresahanku, keresahan yang aku tidak mengerti karena apa timbul keresahan tersebut. mungkin keresahan tersebut datang dari sebuah rasa penolakkan ku terhadap nilai-nilai yang ada dalam diriku dan lingkungan sekitarku.

Keresahan dari aku yang telah tidak berpendapat dan bertukar pikiran terhadap apa yang sudah aku yakini sejak kecil. “yah” apakah aku sudah merasakan sebuah arti keyakinan yang secara tidak sadar sudah melekat dalam diriku yang selalu aku urus ini.  apakah pikiranku terlalu lancang untuk menolak dengan menyatakan berbagai alasan yang aku punya untuk berdalih. Tak lagi memohon, tak lagi menundukkan kelapa untuk meminta dan menyalamatkan diri ( ini adalah pemikiran yang dangkal ). Sebenarnya hal apa yang kucari dalam keresahanku tersebut. aku merasakan ketidak tenangan terhadap hal apa saja yang ada di depanku. seperti waktu, angin, ruang yang aku ada disana dan di isi oleh banyak orang.

Apa ini, apa yang membuat semuanya semakin menjadi lebih jenuh dan tidak membuat aku menjadi lebih berpikir kesepian untuk mencapai sebuah ketenangan. Aku tidak merasakan lagi sebuah satu kesatuan yang kurasakan dulu. Antara jiwa, badan, dan pikiran. Semuanya tidak bisa bersatu menurutku. Dalam hal ini aku sudah berada dimana, pada saat ini. resah itu ada di dimana, letaknya ada di bagian mana dalam posisi ragaku ini.

Apakah keyakinanku yang mulai di permainkan oleh sesuatu hal yang tidak tampak mengenai gangguan tersebut. ataukah keyakinanku berperang dengan suatu hal yang banyak aku rasakan pada saat ini. semuanya berasa tidak nyaman dan tidak tau harus dengan hal apa yang harus aku akui mengenai keadaan ini. anggap saja tidak seperti biasanya.

Aku mulai kembali ke zaman yang tidak mempunyai sesuatu hal pertimbangan yang bagus untuk berpendapat, ketika aku melakukan perlawanan mengenai mengapa aku tidak melakukan suatu hal yang harus aku lakukan. Malahan aku lebih mengetuhankan televisi yang aku pandang lama-lama dengan hanya berfungsi mengisi waktu keresahan aku tersebut yang semakin membuat aku menjadi lebih resah. dimana lagi pandangan ini, dimana lagi aku menemukan ttik temu mengenai sebuah kesadaranku yang mulai hilang.

Tetap saja masih mengenai dengan sebuah keyakinan yang masih aku hadapi dengan sebuah keresahan yang aku hadapi pada saat ini, dengan adanya  hujan yang terus turun pada hari-hari yang aku lewati ini, menambah unsur dramatisku terhadap wajahku yang terlihat bengong dan berpikir keras mengenai hal ini. keyakinan, keyakinan, dan keyakinan yang ada. Menanam dan di tandur bagiku. tetapi sepertinya tidak. Keyakinanku yang terus ku tumpuk lagi, mengenai lingkungan yang secara tidak kusadari membuat aku menjadi lebih resah dan memberontak terhadap suatu hal bahkan berbagai hal yang aku jalani.

Keresahan ini adalah sesuatu hal yang masih aku rasakan padaa saat ini, dan dengan hal ini juga yang akan membentuk diriku yang lain lagi. Yah berubah, menjadi diri yang lebih mengadakan perubahan terhadap hal-hal yang baru. Tidak hanya ini saja. Semuanya mempengaruhi untuk berubah. Aku yakin keresahan ini adalah istilah aku untuk mencapai sebuah pertemuan dua sisi yang menjadi satu.

Aku mengalami keresahan ini, mungkin tidak mengobrol lama lagi denganmu Tuhan , tidak meminta , bahkan aku hanya mengisi kewajiban yang hanya berpikiran sudah di penuhi dan usai, intinya keseriusanku perlu di pertanyakan lagi.

Rabu, 19 Desember 2012

Permaisuri Penari

-->

Dia sang penghentak kaki yang keras nan lembut. Belum dia berbicara, untuk memulai sebuah obrolan yang nyaman dan asyik ,untuk sampai waktu perbincangan materi mengenai kehidupan yang bijakpun, telah habis tak begitu jelas bagiku. Namun dia dengan bersahajahnya membuka dan menutup sebuah awalan yang begitu renyah, sehingga membuat orang yang menemuinya terbawa masuk ke alam fantasi yang begitu komplit, untuk di rasakan dalam sebuah titik akhir pencerahan jiwa yang lebih untuk tersenyum.
Tetapi begitu banyak pertanda yang di bincangkan mengenai sesosok perempuan ini, mengenai kecantikkanya atau apapun yang dapat nilai dari dirinya, dan entah apa yang harus di nilai. Namun tak dapat aku memanggilnya bidadari yang di ingin-inginkan oleh seorang lelaki yang ada di luar sana. Banyak sekali sebuah perbedaan dan penilaian, sebab bukan memandang ataupun menilai dari hal yang terlihat saja.
Menurut pemikiranku sendiri, belum dapat di sandingkan dengan seorang bidadari. Perlu memahami sifatnya yang banyak mengandung berbagai pertanda, apakah dia memang orangnya dingin, sulit untuk di dekati, ataupun segala hal-hal yang negative di dalam benakku, kacaukan saja pemikiran ini. Dia ramah dan memang begitu orangnya, memang banyak yang mengejarnya, itu aku tau. Siapa yang tidak mau mengejar perempuan seperti itu. Semua lelaki akan memiliki hal seperti itu, mengejar perempuan yang mempunyai setengah dari kesempurnaan yang tidak bakal utuh dalam diri manusia.

Saat pertama kali melihat dalam diamnya, pertanda yang membuat pikiran selalu bertanya-tanya mengenai berbagai hal dalam Diamnya tersebut. Pandangan matanyapun seolah-olah tertanam erat di dalam hatiku sekarang, dan selalu aku untuk kucoba mencabuti  terus menerus di dalam hatiku ini. Aku mencari akarnya untuk aku cabuti secara perlahan, namun mulai tumbuh lagi secara perlahan-lahan dan menyebar lebih banyak daripada sebelumnya. Mata itu terus berlenggak-lenggok dengan mesra dan seiring hatiku terus berirama kelu, sesaat terus memikirkan dan merasakan itu.

Tidak hanya matanya saja, senyum itu adalah segala pertanda yang memunculkan dosa dan pahala yang teramat membekas bagiku. dari senyumnya itu membuat otak ini terkadang berputar-putar di satu titik mengenai dia dan siapa dirinya. Baikkah atau hanya menjaga martabat budi pekerti yang baik mengenai dirinya sendiri, suatu hal yang membuat aku berpikiran yang tidak-tidak “bahwa dia perempuan yang tidak bisa di dekati sama sekali, harus ada sesuatu hal yang beda dan daya magnet yang membuat dia tertarik”.  
Perihal itulah yang semakin membuat aku beranggapan lain. Namun memang di sadari ada sesuatu perasaan yang berbeda, bukan karna melihat kondisi jasmani dan rohaninya, buka itu yang aku maksud. Tetapi mengenai sebuah fantasi, yang ada sebuah keterikatan yang tidak bisa di jelaskan lewat sebuah pujian dan kekaguman mengenai dirinya. Sehingga semuanya itu tidak bisa di nilai, masuknya saja tanpa ku ketahui, bahkan anginpun masih kalah soal menyelinap ke sela-sela ruang di dalam hatiku ini. Semua hal ini mengenai sesosok yang satu itu, tetapi banyak  aura, bayangan, dan mengisi di sekitar ruangan yang seakan-akan ada banyak dia mengisi di setiap ruang kosong tersebut.
Berpura-pura lugu, lucu dan polos. Itulah sikap yang tertampak dari keseharian yang aku tunjukkan, dalam empat hari itu hanya beberapa kali aku beraksi dengan sikap seperti itu. Dan memang aku yakin, sifat yang aku keluarkan tersebut sebuah ketulusan dengan keadaan tersebut.
Tidak ada pikiran satupun, untuk mencari satu perempuanpun di dalam benakku. Sebab aku tidak berpikir banyak mengenai perempuan, mencari sana atau menguntit sana “hahaha” tidak pernah. Karna ada perbandingan setengah persen mengenai kenikmatan dan malapetaka bagiku, sebab itulah bijak-bijaknya manusia merealisasikannya. Tetapi, ada-ada saja yang membuat lebih berpikir lagi, dan tertarik “ sang penyentuh bumi yang lembut” membuat jiwaku bergetar pelan tapi pasti. Entahlah, kurasa aku mulai goyah lagi dengan pendirianku dan terasa di ombang-ambingkan ombak  di tengah lautan, bahkan bisa juga seperti berdiri seorang diri di padang pasir yang panas dan di tawari air untuk melepas dahaga, entahlah.
“Tersentak aku di persimpangan jalan buntu, mulai saat itu banyak sekali orang yang mendekati aku dengan pakaian yah mewah, lusuh, standar. Mereka terdiam, lalu mengelilingiku dengan senyuman pula. Apa-apaan ini? Semuanya perempuan tidak ada satu lelakipun, saat itu pula entah darimana suara muncul, merekapun menghentak-hentakkan kakinya lalu menyatu dengan irama tersebut. Aku jatuh pingsan di dua titik antara kemewahan dan kelusuhan, perempuan itu lalu terdiam memberi bahasa yang ku tak mengerti lewat hentakkan kakinya itu. Mereka berdua bersiteru dengan hebatnya, tetapi dalam remangku wanita itu berwajah sama”. Itu di dalam mimpiku yang penuh banyak pertanyaan mengenai hal ini.



perempuan bertukar kaki
menginjak-injak sehalus budi

kian bertukar tempat
melaju pasti, seiring senyuman yang terus membagi

jiwa-jiwa berhenti berirama
menukarkan singgsana awan yang tak pasti
tetap saja, kau menari dan menari

trotoar-trotoar bising
menyelinap seperti not-not penelisik
merangkul tangan, sekedar berkeluh kesah

keceriaan demi keceriaan kau sampaikan
seperti hujan yang berubah menjadi rintik
pesan yang berlenggak-lenggok
mengembang kempiskan mata
menduga-menduga, seperti psikolog

menyelinap di senja antah berantah
sehingga menyeruput malu dan ikut terbenam
lalu menari kecil dan berlari, kian lalu

semuanya tidak berirama lagi, senyumannya hilang di lalap habis oleh ruang dan waktu. Di temani banyak senyuman perempuan-perempuan lain. Namun, tidak membekas seperti sebelumnya. Berjaga jarak yang semakin aku tidak mengerti. Jauh untuk berlayar, namun dekat untuk meneropong dari kejauhan.  Perempuan yang aneh bagiku, tetapi bidadari-bidadari mematung di hadapkanku. Aku mengerti ia menyimpan sesuatu, namun  entah apa yang ia simpan dalam dirinya. Aku tidak mau menjadi kumbang begitu sok tau, apalagi kumbang yang bercitra buruk.
“femme,

Minggu, 16 Desember 2012

Keserasian Langit

Keserasian Langit

Saatku mulai beranjak, mengenai perihal antara aku dengan penyatuan molekul-molekul yang ada di titik rasa. Berputar di semenajung ke elokan rupa-rupa yang terus tertawa melewati bintik-bintik asa yang di rasakan pada musim ini.

Hujan terus turun, kaca-kaca yang aku lalui berembun lembut. Saat itu pula semua rasa menajdi embun yang sama, kali ini setitik air yang mulai mencair dari embun tersebut menuruni perlahan-lahan kaca itu dan mulai menghilang. Entah menghilang kemana, mungkin pergi ke celah-celah kecil yang membuat ia teralir lagi menjadi hujan lagi dan menjadi embun lagi dan akhirnya bertemu awan sehingga begitu seterusnya.

Aku memantaskan dengan pakean apa hari ini, tetap saja tidak ada yang merasakan sesuatu yang perlu di obrolkan dari segi memantaskan tampilan ini. tampilan, hanya sebatas aku yang berpenampilan yang mengenakan pakean yang bagus di anggap semua orang tau. Layak, keren, sederhana, atau kayakah. Semuanya bertemu dengan keadaan seperti ini, sehingga membuatnya lebih banyak mencari pakean-pakean yang jujur. Dan di ketahui jarum yang membuat baju tersebut sedikit banyak tidak menggunakan perasaan lagi. Berawal dan bermula dari aku yang sedang tidak mau berbagi kepada siapapun mengenai diriku. Jahit menjahit adalah sebuah perasaan bagiku, sehingga itulah aku memantaskan apa yang di inginkan oleh langit.

Langit mau memantaskan apa terhadapku, mengenai pakean-pakean sobek yang mendukung wajah kasihanku sehingga bisa di berikan beberapa rupiah untuk mendapat wejangan yang layak hari ini. dan kurasa aku tidak mendapat cibiran mengenai hal itu. tidak mungkin. Aku bukan bagian dari hal itu, seandainya perlukah aku memantaskan diri terhadap  langit. Bagiku sebuah kepantasan ketika langit tersebut berceloteh dengan suara gemuruh yang sudah terkira langit terlihat marah. Apakah dengan pakean lainnya yang bisa membuat langit bergembira, kurasa tidak. Namun ku yakin iya bahwa ada hal yang lain dari langit, tetapi aku tidak tau isi hatinya. Bisa saja hal lainya. Di bilang luarnya langit semuanya memang seperti itu, seperti yang terlihat dalam waktu 20 tahun ini.

Langit bukan apa-apa yang membuat menajdi gusar. Kediaman yang langit pendam tidak menyangkut perihal apa yang aku pakai. Isi, kosong, lalu ku isi lagi hingga sampai seterusnya dan akhirnya kosong selamanya. Akankah langit bertepuk tangan lalu menangis sebab aku sudah tidak mampu lagi mengenakan hal tersebut yang membuat aku lebih leluasa untuk bergerak berkomunikasi.

Jangan memberikan aku sebuah kesimpulan yang telanjang terhadap hal yang menyenangkan ketika mengahadapi hal ini. hal ini adalah hal tersebut terhadap hal-hal yang ku anggap pantas dan aku ambil. Sepertinya langit tidak memusingkan itu. mengenai apa ia bergemuruh lagi, aku rasa mengenai suatu alasan yang tidak bisa di anggap percuma untuk menjenguk langit saat ia berkeluh kesah. Entah kepada siapa. Ini adalah suatu hal yang tabu ataupun tidak tabu. Yang aku rasa inilah suatu hal yang baru dalam berbagi emosi masing-masing terhadapmu langit. Tidak pernah berhenti, langit tidak pernah berhenti untuk diam. Sehingga di sadari memang pekerjaannya hanya diam. Langit selalu memperhatikan aku sebagai mahluk. Semuanya makhluk, terkadang aku sering memperhatikan langit. Di tempat, wilayah, dan tanah berbeda. Apa yang langit minta, kurasa tidak ada.

Suatu kali langit. Kita bisa bercengkerama dengan hal lain. Di alam lain, bahkan waktunyapun berhenti. Langit kritisi aku. Aku meminta begitu, namun  tidak pernah aku lontarkan terhadapmu langit. Apalagi dalam hal mengenai terang-terngan yang sangat di sukai orang-orang timur dalam segi to dopoint. Apakah langit mengerti akan hal itu. kurasa mengerti, kurasa pula tidak sama sekali. Namun aku begitu yakin suatu hal yang membuat kejadian semua orang tertidur karena keadaan langit.  Langit membentuk semuanya menjadi seragam, langit membentuk semuanya menjadi satu pendapat. Aku tersenyum dengan lesung pipiku yang terlihat ku buat-buat, saat itu pula langit memperhatikanku dengan apa saja yang ada sekitarku.

Keserasian langit yang manakah, yang harus kuhendaki. Namun langit masih ku pertanyakan, apakah langit meminta sesuatu keserasian yang menyatu dengan keadaan bumi bulat dan bundar ini. intinya ada pada kecerdasan yang memang masih terus berkembang dan berkembang sehingga langit bisa di buat-buat hingga saat ini. Bahkan langitpun bisa diatur dan di buat-buat dari dulu sepertinya. Dan akhirnya akan ada hal lain lagi yang kuceritakan mengenaimu langit, masih saja mengenai keserasian namun dalam bentuk lain. Dan akhirnya aku hanya meminta teruslah hujan saja pada saat 5 bulan terakhir ini, kalaupun memenuhi. Ku kira langit bercanda.