Aku terduduk lemas dikosku, diamku yang
berbicara lewat batin dengan keletihan yang dirasakan. Urat leherku terasa
bosan mengikuti permintaanku, selalu melihat kearah jendela dan pintu kamar
kosku. Berharap ada yang datang, ada yang mengajakku mengobrol denganku
mengenai bagaimana tatacara berpacaran dengan tuhan bahkan sampai menikah. Mataku selalu menatap tajam dan lama kearah
luar kaca jendelaku, terkadang mata ini menyatu dengan pikiranku sehingga
membentuk berbagai macam imajinasi yang membuat aku tertawa terbahak-bahak dan
terpingkal-pingkal. Entah siapa itu, yang hadir dalam benakku yang menghadirkan
segala tokoh dalam khayalan yang nyata. Aku tidak pernah meminta para tamu-tamu
itu, semacam orang yang mempunyai kedudukkan di negeri pancasilaku ini.
Tokoh yang lain, tokoh yang membuatku
terjungkal, terjun dari kursi empukku, dan kasur kapukku yang hingga saat ini
bernasib malang.
Malam ini satu bintangpun tidak dapat
kuhitung, hujan semakin betah bertamu di wilayah nyamanku. Aku tidak mengerti,
entah apa yang membuat mereka semakin betah. Mereka pasti banyak mengalami
perjalanan panjang hingga beristirahat sejenak dan melimpahkan hartanya padaku,
pada kita. Awan di mala mini hampir tidak bias aku melihatnya, mungkin mereka
bertamu dan menikmati hidangan kopi sambil menikmati sebatang rokok bersih. Aku
semakin resah dan menunggu tamu yang tidak kunjung datang.
Malam ini dari kejauhan hotel yang terus
terang lampunya, terkadang lampu itu menjadi lampu disko, ada hal yang aneh
dari pandangan seriusku. Terus mendekat dan mendekat, aku mulai mengacuhkannya.
Tiba-tiba suara angin yang mendesir dingin diurat leherku. Lelaki yang terbang
tadi sudah berada di luar halaman kosku. Masih samar pandanganku, tapi senyum
seseorang itu sangat tampan sekali. Dia berjalan pelan namun begitu pasti. Aku
kagu ikut tersenyum memerhatikannya. Dia sudah berada lebih dekat dengan kaca
jendelaku, keresahanku terjawab dari ketidaktahuanku. Aku tersanjung sekali
lelaki dengan tanda S di dadanya. Superman dengan senyum kedua kalinya itu
semakin membuatku menjadi patung beberapa detik. Ada apa gerangan seorang
pahlawan rela jauh-jauh datang ke kosku yang begitu amat kecil ini. Keresahanku
menjadi galau yang bercampur tawa. Senyum kocak sang superman begitu lucu,
dengan giginya yang rata sambil dipertunjukkan. Tangannya melambaikan kepadaku
dengan arti say hello yang sangat ramah di balik kaca jendelaku. Dia mulai mengetuk pintu
kamarku yang sudah dari tadi mulai terbuka, tapi kenapa dia mengetuk dan kenapa
tidak langsung masuk saja.
Dia mengentuk pintu sambil tersenyum yang
ketiga kalinya dan berkata “bolehkah aku masuk”. Aku mulai menahan tawaku yang
mulai tidak serius dengan keglisahan yang aku rasakan tadi.
Dia masuk dan duduk disampingku, superman
menanyakan kepadaku perihal kegelisahanku menunggu seseorang untuk datang.
Ternyata superman sudah memerhatikanku sejak tiga hari ini, dia memerhatikanku
dari atap gedung depan kos hunianku. Superman mulai merangkul bahuku, dia
memintaku untuk membuatkan kopi 101 yang berasal dari daerah kelahiranku.
Aku mulai membuatnya dengan hati-hati dan
kuhidangkan untuknya sambil bertanya dalam hatiku “sejak kapan superman
mengerti kopi daerahku”. Aku tidak mau berkomentar banyak. Superman mulai
mengatakan kepadaku dengan segala kata-kata yang membuat saya merasakan
kediktatorannya. Dia memanggil namaku, saat itulah dia membuka bahan
pembicaraan mengenai terbang dan merawat tubuh menyatu dengan angin. Aku tidak
mengerti apa yang dia katakan, bukankah kekuatannya didapat dari keturunannya
keluarganya di planet lain. Apakah aku bisa terbang hanya dengan menyatu dengan
angin, superman sungguh aneh.
Dia berpesan kepadaku mengenai terbang,
saat itu pula aku menjadi ngantuk dan hilang rasa keresahanku. Aku mulai
mengenali kamuflase laki-laki saat berteman baik dengan baik angin. Masih tahap
perkenalan dan hingga akhirnya aku akan memahami satu sama lain. Superman berjanji
untuk datang lagi. Dia mengucapkan selamat tinggal dengan senyum keempatnya
yang terlihat seperti tertawa.