Senin, 03 Juni 2013

ce soir #1



Aku terduduk lemas dikosku, diamku yang berbicara lewat batin dengan keletihan yang dirasakan. Urat leherku terasa bosan mengikuti permintaanku, selalu melihat kearah jendela dan pintu kamar kosku. Berharap ada yang datang, ada yang mengajakku mengobrol denganku mengenai bagaimana tatacara berpacaran dengan tuhan bahkan sampai menikah.  Mataku selalu menatap tajam dan lama kearah luar kaca jendelaku, terkadang mata ini menyatu dengan pikiranku sehingga membentuk berbagai macam imajinasi yang membuat aku tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal. Entah siapa itu, yang hadir dalam benakku yang menghadirkan segala tokoh dalam khayalan yang nyata. Aku tidak pernah meminta para tamu-tamu itu, semacam orang yang mempunyai kedudukkan di negeri pancasilaku ini.

Tokoh yang lain, tokoh yang membuatku terjungkal, terjun dari kursi empukku, dan kasur kapukku yang hingga saat ini bernasib malang.

Malam ini satu bintangpun tidak dapat kuhitung, hujan semakin betah bertamu di wilayah nyamanku. Aku tidak mengerti, entah apa yang membuat mereka semakin betah. Mereka pasti banyak mengalami perjalanan panjang hingga beristirahat sejenak dan melimpahkan hartanya padaku, pada kita. Awan di mala mini hampir tidak bias aku melihatnya, mungkin mereka bertamu dan menikmati hidangan kopi sambil menikmati sebatang rokok bersih. Aku semakin resah dan menunggu tamu yang tidak kunjung datang.

Malam ini dari kejauhan hotel yang terus terang lampunya, terkadang lampu itu menjadi lampu disko, ada hal yang aneh dari pandangan seriusku. Terus mendekat dan mendekat, aku mulai mengacuhkannya. Tiba-tiba suara angin yang mendesir dingin diurat leherku. Lelaki yang terbang tadi sudah berada di luar halaman kosku. Masih samar pandanganku, tapi senyum seseorang itu sangat tampan sekali. Dia berjalan pelan namun begitu pasti. Aku kagu ikut tersenyum memerhatikannya. Dia sudah berada lebih dekat dengan kaca jendelaku, keresahanku terjawab dari ketidaktahuanku. Aku tersanjung sekali lelaki dengan tanda S di dadanya. Superman dengan senyum kedua kalinya itu semakin membuatku menjadi patung beberapa detik. Ada apa gerangan seorang pahlawan rela jauh-jauh datang ke kosku yang begitu amat kecil ini. Keresahanku menjadi galau yang bercampur tawa. Senyum kocak sang superman begitu lucu, dengan giginya yang rata sambil dipertunjukkan. Tangannya melambaikan kepadaku dengan arti say hello yang sangat ramah di balik  kaca jendelaku. Dia mulai mengetuk pintu kamarku yang sudah dari tadi mulai terbuka, tapi kenapa dia mengetuk dan kenapa tidak langsung masuk saja.

Dia mengentuk pintu sambil tersenyum yang ketiga kalinya dan berkata “bolehkah aku masuk”. Aku mulai menahan tawaku yang mulai tidak serius dengan keglisahan yang aku rasakan tadi.

Dia masuk dan duduk disampingku, superman menanyakan kepadaku perihal kegelisahanku menunggu seseorang untuk datang. Ternyata superman sudah memerhatikanku sejak tiga hari ini, dia memerhatikanku dari atap gedung depan kos hunianku. Superman mulai merangkul bahuku, dia memintaku untuk membuatkan kopi 101 yang berasal dari daerah kelahiranku.
Aku mulai membuatnya dengan hati-hati dan kuhidangkan untuknya sambil bertanya dalam hatiku “sejak kapan superman mengerti kopi daerahku”. Aku tidak mau berkomentar banyak. Superman mulai mengatakan kepadaku dengan segala kata-kata yang membuat saya merasakan kediktatorannya. Dia memanggil namaku, saat itulah dia membuka bahan pembicaraan mengenai terbang dan merawat tubuh menyatu dengan angin. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan, bukankah kekuatannya didapat dari keturunannya keluarganya di planet lain. Apakah aku bisa terbang hanya dengan menyatu dengan angin, superman sungguh aneh.

Dia berpesan kepadaku mengenai terbang, saat itu pula aku menjadi ngantuk dan hilang rasa keresahanku. Aku mulai mengenali kamuflase laki-laki saat berteman baik dengan baik angin. Masih tahap perkenalan dan hingga akhirnya aku akan memahami satu sama lain. Superman berjanji untuk datang lagi. Dia mengucapkan selamat tinggal dengan senyum keempatnya yang terlihat seperti tertawa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar