Kelas
yang selalu berisi kudapan demi kudapan ilmu dan nada penyampaian demi
penyampaian yang begitu menjurus ke dasar pengetahuan diri, terhadap kondisi
sosial yang sedang diperhatikan maupun dialami aku sendiri. Kelas ini,
mengandung pertanyaan besar terhadap lurus atau tidaknya seseorang akan kedepannya.
Sedangkan aku masih tetap terdiam saja tanpa arah. Mataku meliuk-liuk lelah ke
berbagai pusat perhatian mengenai persoalan ini.
Kelas
yang tidak merasa kesepian, walaupun hanya ada satu orangpun akan tetap
berjalan. Kelasku dan teman-teman terkadang kosong dan ramai. Dalam sebuah
gambaran, kelas ini menjadi ajang besar antara aku dan teman-teman untuk
mencapai apa yang itu di sebut sebuah ilmu. Ilmu apa yang aku dapat dari kelas
ini, tentunya banyak. Di saat kelas ini sepih. Terkadang aku berada disana
ataupun tidak, pada saat ramaipun aku juga tidak selalu berada disana.
Kelas
ini, bisa di buat kelas yang privat. Semauku untuk bertemu Gusti sendirian.
Biasanya aku lebih di anjurkan untuk mengikuti kelas yang ramai. Dengan
keramaian yang begitu biasa menurutku. Namun
kelas ini tak begitu rumit. Sebab itulah karna tidak terlalu rumit, banyak
kenakalan dan ke usilan yang aku perbuat dalam kelas Gusti ini. Begitulah
polaku sebagai murid. Banyak hal yang semestinya harus aku ceritakan tentang
kelas Gusti ini dan aku sebagai murid mempunyai pandangan yang sangat berbeda
mengenai hal ini. dari kaca mataku sebagai murid yang banyak berpikir dan
bertanya di kelas Gusti ini. Semuanya tentang apa yang aku pikirkan semakin
membuat aku resah. Entalah memang aku harus banyak cerita mengenai kelas ini.
Hal
yang aneh bagiku. Gusti tidak pernah mengabsen disaat aku tidak hadir, begitu
juga dengan teman-temanku lainya. Bahkan dia diam saja dan tidak marah kalau aku
sering tidak masuk kelasnya. Tetapi kelas yang di buat Gusti untuk aku dan teman-teman tidak membuat peraturan
apa-apa, contoh halnya seperti kelas lain yang membuat peraturan kelas. Malahan
terkadang kami yang menyesal, bahkan aku yang sering menyesal. Sebenarnya ada
juga orang yang tidak menyesal, karna dia tidak tahu bahwa betapa pentingnya
kelas Gusti ini.
Aku
heran sekali, Gusti terlalu baik. Gusti
tidak pernah memberi hukuman apapun kepada kami, walaupun kami tidak masuk kelas.
Bahkan, sering aku dan teman-teman tidak masuk kelas yang di buat Gusti.
Aku hampir tidak
ingat kelasnya di jam berapa saja, karna begitu asyiknya aku dengan alam
mimpiku sendiri di saat tertidur pulas. Benar, aku sangat jujur. Gusti tidak
pernah memukul, mencubit, menampar , menyuruh aku lari lapangan, push’up dan
berbagai hukuman apapun yang membuat hati ini semakin rusuh ataupun
berpandangan buruk. Gusti tidak pernah memberikan itu.
Sungguh
baik sekali Gusti terhadap kami. Bahkan Gusti selalu memberi kami kenikmatan
demi kenikmatan yang tak terhingga, karna kami tak selalu memasuki kelasnya.
Dan apalagi kalau aku sama teman-teman memasuki kelas Gusti, akan di beri
kenikmatan juga dan bahkan lebih, ataupun di beri cobaan yang membuat kami
menjadi kuat dan mengerti akan diri sendiri dan mengenai Gusti. Sungguh anehkan
kelas Gusti ini, tetapi disinilah menurutku pembelajarannya.
Aku
sungguh heran sekali dengan Gusti, kenapa begitu simpelnya kelas yang di buat Gusti,
dengan pertemuan beberapa menit saja bisa merubah hidup kami atau tidak berpengaruh
sama sekali. Namun seluruhnya berpengaruh kuat terhadap kepribadian kami, karna
tergantung orang yang mencerna dan menilai kelas Gusti ini. Malahan bukan Gusti
yang menyesal, kami sebagai anak-anaknya malahan yang menyesal tidak masuk
kelasnya. Pelajaran di kelas Gusti itu bermacam-macam maknanya dan artinya,
tunduk, keikhlasan, kesehatan dan bahkan sosial. kenyamanan dan keberhasilan,
maupun ketenangan hidup di dunia ini.
Sangat
diherankan sekali. Kelas Gusti ini tidak ada ujian pertengahan semester atapun
akhir semester. Ujian itu tidak ada, seperti hal lainnya orang-orang yang
terseok-seok dengan jalan pikirannya untuk menghafal dan memahami sebuah ilmu
yang besok di ujikan. Dengan system mencicil ilmu tersebut untuk masuk dalam
alam pikiran ataupun dengan system kebut semalam, itu sungguh menyusahkan para
murid-muridnya yang tidak begitu rajin. Kelas Gusti tidak menggunakan itu.
Tidak ada ujian yang menyusahkan para murid kesayangannya yang ia selalu tuntun,
dan ada demokrasi yang luarbiasa di kelas Gusti ini.
Tidak
ada nilai. Gusti tidak memberikan penilaian di setiap semua mata pelajaran yang
ia ampu semuanya. Nilai yang membuat orang semakin percaya diri, nilai yang
membuat orang semakin terperosok, nilai yang membuat orang semakin kaya, nilai
yang semakin membuat orang menjadi sombong, nilai yang membuka dan menutupkan
mata. Kelas Gusti tidak ada semua itu. kelas yang benar-benar tidak ada kata
sanjungan yang di berikan kepada murid-muridnya. Namun masih ada juga
orang-orang yang rajin di kelas Gusti mempunyai sikap seperti itu. sedangkan
aku masih berdiri di tengah-tengah terhadap persepsi yang aku bentuk tersebut
dengan alih kebenaran, dan itu selalu aku curhatkan ke Gusti.
Pernah
aku tidak masuk kelasnya beberapa kali dan bahkan sering, malahan tidak pernah
lagi “tertawa, terkekeh menertawakan diri
sendiri” Gusti tetap saja diam. Sedangkan aku, menyesalnya minta ampun. Karna
aku berpikir mau di bawa kemana diri ini, kalau tidak masuk kelas Gusti. Hatiku
tidak tenang, hatiku merasa gusar dan pernah juga aku acuh tak acuh saja, karna
sudah terlalu sering melakukan bolos itu. Pernah ada temanku yang menyeletuk
untuk TA di kelas Gusti, malahan aku tertawa sendiri dan bertanya pada wajahku
yang polos “titip absen” padahal
kelas Gusti tidak bisa di samakan dengan kelas lainnya dan bahkan kelas Gusti
itu tidak ada absennya. Mau sampai kita berdebat pun, pukul-pukulan, dan
bacok-bacokan, aku akan tetap bilang kelas Gusti ini tidak ada absennya. “Temanku yang pintar kelas gusti tidak ada
absennya “ begitu ingin kukatakan di mukanya dengan perasaan jengkel. Dan
aku sangat yakin, pasti Gusti menyaksikan lagak-lagak kami melalui
kamera-kamera pengintai. Yang kami tak tahu dimana di letakkan dan aku sangat
yakin, pasti Gusti tanpa ekspresi melihat tingkah laku kami.
Aku
termenung, gusar, dan tidak tau arah saat tidak memasuki kelas Gusti. Dan
ketika memasuki kelas Gusti aku merasa senang, tetapi begitu banyaknya
gambaran-gambaran hidup untuk kedepannya, jadi membuat aku tidak khusyuk, nah
ini dia yang membuat perbedaan di kelas Gusti. Bukan kesombongan, keintelektualan
apapun itu, yang hanya di tuntut di kelas Gusti ini. Ialah ke khusyukan yang
bisa di sebut focus atau ketenangan “entahlah”,
agar kita bisa menyerap pelajaran yang amat melekat dalam diri kita ini sebagai
manusia, teman-temanku juga begitu. Kelas Gusti ini sangat amazing.
Kelas
Gusti ini sangat begitu memukau dan entah apa yang ada di pikiran teman,
saudara dan manusia yang belum ku kenal, yang tidak selalu memasuki kelas Gusti.
Apa mereka lupa, atau tidak ingat dengan adanya kelas Gusti, apa mereka
benar-benar sengaja tidak ingat dengan kelas Gusti. Atau mereka tidak butuh,
entahlah aku tidak selalu mengerti pemikiran teman dan saudaraku, bahkan aku sendiripun
selalu menghujam diriku ini, kalau tidak memasuki kelas Gusti.
Apakah
teman-temanku tersandung batu lalu jatuh sehingga tidak bisa mengikuti kelas
ini. menurutku terlalu dangkal temanku tidak masuk kelas Gusti karna tersandung
batu. Atau mungkin karna mereka lebih mengerjakan sesuatu yang lebih penting
dari kelas ini, terlalu banyak istirahat sehingga melupakan kelas ini, ataupun
kelelahan yang sangat letih. Mereka meninggalkan kelas gusti, mungkin karna
bujukkan-bujukkan keadaan mereka, biasanya teman mereka lainya yang menghasut
untuk bolos. Lebih baik mengerjakan sesuatu yang lebih menyenangkan. Sedangkan
aku dengan beraninya melakukan bolos ini dengan hal sepele, yaitu menonton tv.
Patut untuk di tertawakan. “haha”
Temanku
yang lainnya. Seperti manusia pada umumnya, ia berkata malas untuk kelas yang
dirasa hanya sebentar saja. Entah apa yang membuat mereka malas, aku sendiri
tak paham. Mereka membuat kebolosan itu, apakah mungkin mereka mempunyai kelas
baru yang begitu rutin dan sehingga tak sempat membagi antara kelas Gusti dan
kelas rutin tersebut. akupun masih terlihat polos. Mungkin teman-temanku lebih
takut dengan kelas-kelas lain selain Gusti. Sebuah nilai apa yang mereka
kedepankan. Akupun terhipnotis dengan kebijakan kelas selain kelas gusti. Merasa
takut terhadap kelas yang di ikuti sedangkan kelas Gusti tidak begitu di
takuti. Sangat aneh bagi perasaan batinku, namun aku tetap saja terbawa arus
itu.
Mungkin
mereka mempunyai pekerjaan yang lebih penting, misalnya memotong rambut, menghidangkan
makanan dan minuman, membenarkan mesin kendaraan, menunggu pembayar, memasak
untuk suami, menulis buku dan puisi, mencari berita , dan bahkan kegiatan yang
bermanfaat seperti membaca buku, mendengar lagu, menggambar. Bisa saja
perbuatan yang tidak bermanfaat sekali seperti bermain judi dan lain sebagainya
itu. Hal tersebut yang membuat mereka meninggalkan kelas gusti. Aku tidak
mengkritisi mereka saja, akupun mengkritisi diriku sendiri sebab ini adalah
sebuah realita.
Hal
apa lagi yang membuat mereka bolos. Berpacaran mungkin,
aku sungguh tidak terlalu mengerti. Sepasang kekasih yang lagi berpadu kasih,
lalu melupakan kelas Gusti yang seharusnya mereka hadiri berdua. Bagiku ini
adalah sebuah pertanyaan besar, kenapa mereka melakukan hal pembolosan
tersebut.
“sesungguhnya
kelasku, hidupku, matiku hanya untuk gusti”
Ini
adalah sebuah kata-kata yang terekam di hatiku dan di alam bawah sadarku, namun
terserah orang mempersepsikannya dan bagiku ialah kata-kata ini sangat mewakili
aku sebagai manusia, sehingga manusia itu butuh apa?!! Inilah jawabannya,
memasuki kelas Gusti itu sangat penting teman, saudaraku, orang yang belum
kukenal namanya, entah berada di tempat yang mana. pikirkan baik-baik hal ini.
Namun,
kelas Gusti bukanlah kelas yang biasa saja, hal itu sangat penting. Yang perlu
di tanam dalam pikiran dan hati, supaya tidak ada kesesatan. Semoga yang lain
lebih cepat mengerti dan memahami, begitu juga aku.
Karna
kelas Gusti ini tidak sekadar hanya merangkai namaku menjadi indah saja, namun
bisa membuat namaku menjadi lebih bertahta. Karna kelak namaku saja yang hanya
bisa di kenang. Sebab itulah kelas Gusti ini bisa melapangkan tempat tinggalku
setelah hidup di dunia.
Begitu
pentingnya kelas ini, karna kelas ini bisa membagikan sebuah ketenangan yang
dapat di temukan dengan serius. Kelas ini menyelamatkan kita untuk kedepannya
di saat tiada kelak di alam bumi. Aku masih membahas itu, sebab aku
membayangkan kematian. Sebenarnya kelas Gusti bukan bermanfaat untuk setelah
tiada saja, namun waktu kita berwujud di duniapun kelas Gusti sangat
bermanfaat. Hal itulah yang masih aku gusarkan kepada diriku, mau jadi apa aku
setelah tiada maupun masih berada di bumi yang fana. Jadi kelas Gusti sangat
berpengaruh mengenai ini. maaf aku terlalu takut dengan kematian.
Kelas
Gusti mengajarkan bagaimana kita tersenyum dengan cara yang iklhas, berbagi
dengan cara yang lugas tanpa meminta imbalan sepeserpun atau bahkan imbalan
jasa. Yang ada sebuah kesyukuran yang tiada hentinya, apabila itu kita rasakan.
Ini adalah bagian kecil yang terpenting saat kita mengikuti kelas Gusti. Aku
bisa menjelaskannya lagi, tetapi hal ini semakin membuat aku semakin bersedih.
Mengapa
kelas Gusti begitu penting. Karna ini, karna yang kujelaskan tadi sebelumnya. Walaupun
hanya sebagian saja yang baru kujelaskan. Kelas Gusti mengajarkan kita untuk
selalu jujur. Bukan seperti kejadian-kejadian yang masih panasnya di bincangkan
di negeriku ini mengenai korupsi. Aku berpikir, pasti orang-orang yang korupsi tidak memasuki kelas Gusti. Tidak serius memahami
ilmu dan nilai-nilai dalam kelas Gusti, jadinya seperti itu. sebab itulah
negeriku jadi kewalahan. Dari aku sendiripun terdapat hal yang sudah tertanam
secara tidak disadari mengenai pesan dan ajaran dari kelas Gusti yang itu
melekat dalam diriku. Mengenai hal itu adalah asas baik dan buruk soal hidup
yang aku pilah-pilah sendiri.
Akhirnya
aku lebih mengerti lagi, kelas Gusti mengajarkanku mengenai hidup dan mati.
Terhadap hal sepele yang tidak aku perhatikan. Membuat aku terlarut-larut
akan hal itu, padahal Gusti sebagai guru yang baik selalu mengawasi aku. Namun
aku terhipnotis dengan keadaan itu, keadaan dunia yang remang, samar dan mulai
jelas. Seandainya aku lebih peka seperti gusti, mungkin sebagian dari kepekaannya. Aku tidak mau sesempurna itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar